Gambar diambil disini |
Jika mendengar orang berbicara menggunakan bahasa Jawa insyaAllah setengah-setengah saya mengerti. Tapi kalau mau berbicara dengan bahasa Jawa, saya kebanyakan mikirnya dari pada ngomongnya. Akhirnya sebagai jalan pintas, saya pasti menggunakan bahasa persatuan. Yaitu bahasa Indonesia.
Pun, saat orang tua saya berbicara dengan bahasa Sunda, saya paham 100%. Tapi, takut bahasa Sunda yang keluar dari mulut saya adalah bahasa Sunda yang agak kasar (bukan kromo) lagi-lagi saya memilih menggunakan bahasa Indonesia.
Tak jauh beda bila saya mendengar orang Minang berbicara, meski tidak bisa mengartikan kata satu-persatu, tapi saya juga paham tentang apa yang mereka bicarakan. Tapi jangan harap saya akan membalas pertanyaan atau sapaan mereka dengan bahasa Minang, karena yang akan keluar dari mulut saya lagi-lagi bahasa Indonesia.
Dan saat mendengar orang Malaysia berbicara di televisi, saya paham dan mengerti apa yang mereka bicarakan. Tapi... mungkin kalau saya bertemu orang Malaysia dan mereka mengajak saya bicara, sudah pasti saya akan menjawab dengan bahasa Indonesia.
Untuk bahas Asing, saya bisa membedakan bahasa Korea, bahasa Mandarin, bahasa Jepang, bahasa Thailand dan bahasa Tagalog (cuma ngebedain doang lho, bukan berati saya bisa bahasa asing tersebut).
Mengapa banyak setengahnya??? Saya juga bingung. Tapi okelah, saya akan bercerita sedikit tentang masa kecil dan masa-masa ABG saya ^_____^
Ayah saya adalah seorang pegawai negeri di departemen keuangan yang sering pindah tugas dari satu kota ke kota lain. Dan dari enam bersaudara, hanya saya dan adik saya yang selalu ikut orang tua pindah. Keempat kakak saya stay di Pekalongan.
Orang tua saya asli dari Bandung. Bahasa yang beliau gunakan di rumah adalah bahasa Sunda. Sedangkan saya lahir di Semarang, lalu usia tiga tahun ikut orang tua pindah ke Pekalongan. Di rumah mendengarkan orang tua bicara dengan bahasa Sunda, di luar rumah bergaul dengan teman-teman yang menggunakan bahasa Jawa (menurut saya, bahasa jawa-nya orang Pekalongan itu unik lho. Selain medok, juga berirama enak didengar hehehe)
Kenaikan kelas 3 SD saya ikut orang tua pindah ke Kudus. Sama halnya dengan Pekalongan, di Kudus juga menggunakan bahasa Jawa tapi dengan dialek yang berbeda.
Lebih seru lagi saat kelulusan SD ayah saya kembali pindah ke Padang Sumatera Barat. Ampun... ini adalah masa-masa yang paling sulit dalam hidup saya (saat itu saya mulai ABG). Perbedaan bahasa dan budaya (padahal masih satu negara ya hehehe).
Saya cenderung menjadi pribadi yang tertutup. Bayangkan... orang jawa yang terkenal alus, suka berbasa-basi bertemu dengan orang Minang yang karakternya terbuka, berkata apa adanya. suka bilang suka, tidak bilang tidak, pokoknya ngga ada basa basinya deh.
Butuh dua tahun untuk beradaptasi dan menikmati kehidupan. Tapi Alhamdulillah tahun ketiga saya sudah mulai menikmati sekolah, memiliki banyak teman bahkan sahabat. Sikap terbuka dan apa adanya ternyata juga mengasyikkan ^_____^
Satu tahun pertama, saya lebih senang menghabiskan waktu di rumah dari pada main dan jalan-jalan. Biasanya saya menghabiskan waktu dengan menonton televisi. Pilihan channel televisi waktu itu adalah RCTI, SCTV, TVRI (dari Indonesia), TV1, TV3 , TV dan RTM (dari Malaysia), trus adalagi channel dari Thailand, Filiphina, Singapura dan Brunai Darusalam (tapi saya lupa nama stasiun televisinya)
Anehnya, untuk "televisi nasional" pada jam-jam tertentu kita bisa mendengar suara program acara yang tengah ditayangkan. Tapi gambarnya kotak-kota tak jelas. Sedangkan untuk channel dari negara tetangga malah lebih bagus.
Alhasil setiap hari saya nonton acara televisi Malaysia. Mulai dari berita, acara masak-masak dan drama (dulu kalau ngga salah aktor yang terkenal itu P Ramlee. Trus drama tradisionalnya tentang Hang Tuah dan Hang Jebat).
Mungkin dari acara televisi itulah saya bisa memahami bahasa Melayu. Dan ternyata kalau diamat-amati, bahasa Indonesia, bahasa Minang dan bahasa Melayu memiliki beberapa kesamaan.
Dari Padang saya pindah ke Solo. Kali ini bukan karena mengikuti orangtua yang pindah. Tapi karena meneruskan SMA dan mondok di kota Solo. Meskipun tinggal di Solo, saya tetap tidak bisa berbahasa Jawa halus, karena saya masuk pesantren yang menggunakan bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa sehari-hari (tapi lagi-lagi bahasa Arab dan bahasa Inggris saya juga setengah-setengah ngga jelas gitu).
Lulus SMA, saya pulang kampung alias kuliah di Bandung. Wah... setiap hari mendengar orang berbicara dengan bahasa Sunda. Tapi, karena logat bicara saya akhirnya juga setengah-setengah. Setengah medok setengah nggak. Teman kuliah juga tahu-nya saya orang Jawa (karena SMA saya di Solo) mereka memanggil saya dengan sebutan Mba Cici. Otomatis mereka juga mengajak saya bicara dengan bahasa Indonesia (karena mereka mengira saya tidak bisa dan tidak mengerti bahasa Sunda).
Sekarang saya sudah lulus kuliah, berdomisili dan bekerja di kota Pekalongan. Alhamdulillah cita-cta saya untuk menjadi seorang pendidik terkabul. Walaupun dari SMP cita-cita saya menjadi guru TK dan pada kenyataanya sekarang saya seorang pendidik di Kelompok Bermain. Semuanya tetap saya syukuri.
Namun, kembali dikaitkan dengan bahasa, beberapa teman yang mengetahui saya pindahan dari Bandung, mereka memanggil saya sengan sebutan Teh Cici. Nah lho... piye tho??? But it's oke. Saya menyukai semua panggilan itu. Teh Cici atau Mba Cici dua-duanya tetap enak di dengar.
Harapan saya kedepannya adalah suatu saat nanti akan ada yang memanggil saya dengan sebutan nuna ataupun eonni (kakak perempuan dalam bahasa Korea hehehe)
Cita-cita saya selanjutnya adalah:
- Mengunjungi Baitullah untuk menunaikan Ibadah haji.
- Keliling Indonesia, untuk mengunjungi beragam obyek wisata dan wisata kuliner.
- Ke Jepang mengunjungi teman blogger saya yang tinggal di Kumamoto di Pulau Kyunshuu (yang kebetulan di pulau itu letak Beppu, salah satu obyek wisata yang dari jaman SMA pengen saya sambangi).
- Ke Korea mengunjungi sahabat sekaligus guru bahasa Korea saya, Mina Seonsaengnim.
Whaaaaa semoga terkabul amin ^______^
Oya... satu lagi saya juga mupeng ingin ke "Jepang" yang ada di dekat tempat tinggalnya Noorma Fitriana M. Zain yang ada di Kabupaten Pekalongan hehehe...
Saengil cukha hamnida Noorma... Wish u all the best :)
Saengil cukha hamnida Noorma... Wish u all the best :)
"Tulisan ini diikutsertakan dalam GiveAway Cah Kesesi AyuTea yang diselenggarakan oleh Noorma Fitriana M. Zain"
wow.. ternyata kaya bahasa, meskipun setengah-setengah.. masa kecil yang menyenangkan ya :)
BalasHapusSebetulnya ngga setengah-setengah. Mau nulis seperempat kok rasanya aneh hehehe...
HapusAlhamdulillah ada yang menyenangkan pasti ada juga sedihnya. Sedih karena setiap mulai akrab bersahabat keburu pindah kota lagi...
terimakasih ya mba, sudah terdaftar :D
BalasHapusMakasih kembali ^______^
HapusHai teh cici.. masalahnya teh cici juga sama deh sama saya.. hahahahaha
BalasHapussaya asli orang serang dan sehari-hari bahasanya Jawa tapi dielek serang.. di Banten tempat saya teh, ada dua bahasanya Jawa Banten dan Sunda Banten (dua2nya kasar teh) karena saya juga pake bahasa Jawa Serang yah kalo orang jowo ngomong ngartilah tapi karena bahasa Jawa saya udah beda bgd jadi sama sekali gbs ngomongnya hahaha.. kalo bahasa Sunda juga sama ngartilah coz belajar dari kecil dan sya juga suka lagu2 sunda..
kalo masalah panggilan saya lebih suka dipanggil teteh karena bahasa Jawa Banten kakak perempuan itu yah teteh juga maklumlah kalo jawa banten lebih ke campuran jawa+sunda... jadi kalo di serang lebih banyak yg ngomong pake basa jawa serang tapi Teteh tetep dipake sebagai bentuk penghornatan kepada perempuan yang memang dulu asalnya urang Sunda.. So I love bentuk toleransi ini hihi..
salam kenal teh cici
Salam kenal juga teh Imas. Makasih sudah berkunjung. Indonesia memang negri yang kaya akan budaya. Bahkan di tiap-tiap daerah punya panggilan untuk kakak perempuan yang beragam. Untuk sunda sendiri juga ada sebutan teteh dan eceu hehehe...
Hapus